AKULTURASI KULTUR YOGYAKARTA
“SEKATEN”
![]() |
Source : Pesona Indonesia |
Ritual Sekaten adalah tradisi yang telah diselenggarakan sejak zaman Demak. Kerajaan Islam pertama di tanah Jawa. Ritual ini untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. Hikmah utama dari ritual Sekaten adalah pelajaran tentang hubungan dan dialog antaragama dalam bingkai budaya Jawa.
Ada yang menyetujui, Sekaten berasal dari kata “sekati”. Sekati sendiri merupakan nama gamelan yang diangkat dari era Majapahit. Pendapat menyatakan, istilah Sekaten berasal dari bahasa Arab, “syahadatain”, yang merupakan kalimat untuk menyatakan diri memeluk Islam.
Hingga kini terdapat empat kraton yang memiliki tradisi tahunan, yaitu Yogyakarta Kesultanan, Kasunanan Surakarta, Kasultanan Kasepuhan, dan Kanoman Cirebon. Fokus ritual Sekaten nyata menantang pada piranti gamelan atau disebut “gangsa” dalam bahasa Jawa.
Prosesi Sekaten diawali dengan membawa keluar gamelan dari keraton menuju masjid. Prosesi Sekaten diakhiri dengan membawa gamelan masuk kembali dari masjid ke kraton. Kyai Sekati, demikianlah nama piranti gamelan itu.
Akulturasi kultur di Yogyakarta lainnya dapat ditinjau dari struktur bangunannya. Saka atau tiang penyangga pada Keraton merupakan hasil akulturasi budaya agama Hindu, Budha, serta Islam. Bagian teratas yang dekat dengan langit-langit merupakan warisan Hindu. Bagian tengah berupa daun bunga teratai merupakan warisan budaya Budha. Tepat di bawah replika daun teratai, terdapat melingkar garis berjumlah 17 dan berwarna hijau yang merupakan warisan Islam. Makna garis yang berjumlah 17 di saka adalah hasil penjumlahan bilangan rokaat selama 1 hari. Jumlahnya pun 64 yakni umur Rasulullah SAW wafat menurut perhitungan Hijriyah. Perihal tersebut tidak jauh beda dengan jumlah pohon beringin yang mengelilingi Keraton yakni 63. Makna jumlah pohon beringin sebanyak 63 adalah umur Rasulullah SAW menurut perhitungan Masehi.
***
Jika ada bagian yang susah dimengerti atau ada yang salah, bisa hubungi admin atau komen di bawah ya 😊
Sekian artikel dari Akulturasi Budaya Islam dengan Budaya Lokal. Semoga bermanfaat dan sampai jumpa di artikel selanjutnya 😉
Sambil nungguin maghrib
ReplyDelete